Jumat, 20 April 2012

Latar Belakang FS

Seks pada hakekatnya merupakan dorongan narluri alamiah tentang kepuasan syahwat. Tetapi banyak kalangan yang secara ringkas mengatakan bahwa seks itu adalah istilah lain dari Jenis kelamin yang membedakan antara pria dan wanita. Jika kedua jenis seks ini bersatu, maka disebut perilaku seks. Sedangkan perilaku seks dapat diartikan sebagai suatu perbuatan untuk menyatakan cinta dan
menyatukan kehidupan secara intim. Ada pula yang mengatakan bahwa seks merupakan hadiah untuk memenuhi atau memuaskan hasrat birahi pihak lain. Akan tetapi sebagai manusia yang beragama, berbudaya, beradab dan bermoral, seks merupakan dorongan emosi cinta suci yang dibutuhkan dalam angka mencapai kepuasan nurani dan memantapkan kelangsungan keturunannya. Tegasnya, orang yang
ingin mendapatkan cinta dan keturunan, maka ia akan melakukan hubungan seks dengan lawan jenisnya.
Perilaku seks merupakan salah satu kebutuhan pokok yang senantiasa
mewarnai pola kehidupan manusia dalam masyarakat. Perilaku seks
sangat dipengaruhi oleh nilai dan norma budaya yang berlaku dalam
masyarakat. Setiap golongan masyarakat memiliki persepsi dan batas
kepentingan tersendiri terhadap perilaku seks.
Bagi golongan masyarakat tradisional yang terikat kuat dengan nilai
dan norma, agama serta moralitas budaya, cenderung memandang
seks sebagai suatu perilaku yang bersifat rahasia dan tabu untuk
dibicarakan secara terbuka, khususnya bagi golongan yang dianggap
belum cukup dewasa. Para orang tua pada umumnya menutup
pembicaraan tentang seks kepada anak-anaknya, termasuk mereka
sendiri sebagai suami isteri merasa risih dan malu berbicara tentang
seks.
Bagi kalangan ini perilaku seksual diatur sedemikian rupa
dengan ketentuan-ketentuan hukum adat, Agama dan ajaran moralitas,
dengan tujuan agar dorongan perilaku seks yang alamiah ini dalam
prakteknya sesuai dengan batas-batas kehormatan dan kemanusiaan.
Biasanya hubungan intim antara dua orang lawan jenis cenderung
bersifat emosional primer, dan apabila terpisah atau mendapat
hambatan, maka keduanya akan merasa terganggu atau kehilangan
jati dirinya.
Berbeda dengan hubungan intim yang terjadi dalam kehidupan masyarakat
modern, biasanya cenderung bersifat rasional sekunder.
Anak-anak yang mulai tumbuh remaja lebih suka berbicara seks
dikalangan teman-temannya. Jika hubungan intim itu terpisah atau
mendapat hambatan, maka mereka tidak akan kehilangan jati diri
dan lebih cepat untuk menyesuaikan diri dengan kehidupan dalam
lingkungan pergaulan lainnya. Lembaga keluarga yang bersifat
universal dan multi fungsional, baik pengawasan sosial, pendidikan
keagamaan dan moral, memelihara, perlindungan dan rekreasi
terhadap anggota-anggota keluarganya, dalam berhadapan dengan
proses modernitas sosial, cenderung kehilangan fungsinya. Sebagai
konsekuensi proses sosialisasi norma-norma yang berhubungan
batas-batas pola dan etika pergaulan semakin berkurang, maka
pengaruh pola pergaulan bebas cenderung lebih dominan merasuk
kedalam kebiasaan baru. Seks sebagai kebutuhan manusia yang
alamiah tersebut dalam upaya pemenuhannya cenderung didominasi
oleh dorongan naluri seks secara subyektif. Akibatnya sering terjadi
penyimpangan dan pelanggaran perilaku seks di luar batas hak-hak
kehormatan dan tata susila kemanusiaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar